BSdlBSW0GUGoBSz9BSC7TfM9GA==

4 Pelajar Tersandung kasus Perkelahian Divonis Bebas Bersyarat, Orangtua Ucapkan Terimakasih

Gunungsitoli | InfoFakta - Empat orang pelajar SMA di Kota Gunungsitoli sebelumnya sebagai terdakwa terlibat perkelahian sesama rekan sebayanya divonis bebas bersyarat dengan hukuman percobaan 10 bulan oleh Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Rabu (02/07/2025).

Hal tersebut diterangkan oleh Humas Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Gabriel Lase kepada wartawan diruang kerjanya.

Keempat anak pelajar SMA terdakwa tersebut berisial ADL, JFL, FT dan MDC. Semuanya telah menghadiri sidang putusan tentang perkara kasus perkelahian di Pengadilan Negeri Gunungsitoli pada hari Kamis 26 Juni 2025.

Gabriel Lase menjelaskan amar putusan menyatakan bahwa ADL, JFL, FT dan MDC tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana sebagaimana dakwaan alternatif pertama Primer.

"Membebaskan para anak oleh karena itu dari dakwaan alternatif pertama primer tersebut," ucap Gabriel sebagaimana dalam amar putusan.

Dijelaskannya, bahwa ADL telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak kekerasan kepada anak, sementara JFL, FT dan MDC telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta menyuruh melakukan kekerasan kepada anak sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama subsider.

"Menjatuhkan pidana kepada ADL oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 bulan, dan menjatuhkan pidana kepada JFL, FT dan MDC oleh karena itu dengan pidana penjara masing masing selama 5 bulan, menetapkan pidana tersebut dengan tidak dijalani kecuali jika dikemudian hari  ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan melakukan tindak pidana sebelum habis masa percobaan selama 1 tahun dengan melaksanakan syarat umum dan syarat khusus," tuturnya.

Syarat yang dimaksudkannya itu adalahy sarat umum yakni para anak tidak boleh melakukan tindak pidana selama  masa percobaan. Sementara syarat khusus yaitu ADL dan FT wajib mengikuti ibadah sholat Jumat dan mencatat isi khutbah dan catatan tersebut harus ditandatangani imam sholat Jumat untuk dilaporkan kepada pembimbing kemasyarakatan selama seminggu sekali dengan tembusan kepada JPU selama 1 tahun. 

Untuk JFL dan MDC wajib mengikuti ibadah Minggu di Gereja dan mencatat isi khutbah dan catatan tersebut harus ditandatangani oleh pastor atau pendeta dan untuk dilaporkan kepada pembimbing kemasyarakatan  1 Minggu sekali dengan tembusan kepada JPU selama 1 tahun.

Gabriel Lase menyebut dalam putusan ini dasar hukumnya yakni  pasal 80 (1) Jo pasal 76c UU Nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas  UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Jo pasal 55 (1) ke satu KUHP dan juga UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA pasal 14a (1) dan juga UU Nomor 8 Tahun 1981.

"Kalau ditanya apakah sudah tepat putusannya atau tidak, kami tidak bisa mengomentari dan menilai putusan kami sendiri, karena kami dibatasi oleh Kode etik dan UU Perilaku Hakim yang mengatur bahwa hakim tidak diperbolehkan memberikan komentar atas putusan yang telah bermuatan hukum tetap," sebutnya.

Dia mengungkapkan penjatuhan putusan pidana terhadap anak tentu berbeda dengan penjatuhan pidana kepada orang dewasa. Hal ini lebih diatur dalam UU SPPA yang tidak ditemukan dalam perkara orang dewasa tentu berbeda.

"Namanya pidana bersyarat bahwa pidana ini dijatuhkan namun dia tidak perlu menjalani pidana itu sepanjang terpenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dipersyaratkan pada amar putusan. Kalau kemudian dikaitkan dengan UU SPPA dengan pidana bersyarat kembali lagi disitu pak, kami tidak bisa menilai dan berkomentar terkait hasil putusan karena itu menyangkut kode etik," jawabnya.

Kabar tentang akan diajukan banding terhadap putusan tersebut hingga hakim juga akan dilaporkan, Gabriel Lase mempersilahkan.

"Kalau kemudian orang tua korban melaporkan oknum hakim, ya silahkan saja," tandasnya.

Ditempat terpisah, menanggapi hal ini orang tua dari ADL, Mirzan Nur Gea mengapresiasi putusan hakim tunggal yang menangani perkara anak mereka. Menurut Mirzan Nur Gea, prosesnya sudah sesuai pada perkara pidana anak sebagaimana diatur dalam sistim peradilan anak (SPPA).

"Kami juga sangat menyayangkan adanya perlakuan orangtua dari korban yang punya jabatan sebagai salah satu anggota DPRD Nias Utara yang selalu bersikap mengintervensi hakim sampai saat ini. Padahal seharusnya sebagai anggota DPRD dapat bersikap netral dan membantu masyarakat seperti kami ini yang hanya masyarakat miskin," ungkapnya. (Red)

Komentar0

Type above and press Enter to search.